Thursday, April 21, 2016



Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melaksanakan kegiatan "kesesuaian Skema dan Risiko Permodalan untuk Bisnis Ekraf melalui Diskusi dan Paparan Bisnis (Eksisting atau Start Up) oleh Pelaku / Asosiasi/Komunitas Ekonomi Kreatif dalam Rangka Pembuatan Strategi Manajemen Risiko Permodalan Berupa Pedoman Akses Permodalan Bekraf dan Pendataan Pelaku Ekraf Terkait". Kegiatan ini melibatkan :
  1. Komunitas Entrepreneur Bandung
  2. Cimahi Creative Association
  3. Pusat Inkubasi Bisnis IKOPIN
  4. UKM Center FEB UI
  5. BPPT
  6. Cimahi Technopark
  7. Persatuan Film Keliling
Dalam kegiatan ini, Cimahi Technopark dan Cimahi Creative Association mewakili Pemerintah Kota Cimahi untuk memaparkan potensi Industri/Ekonomi Kreatif yang ada di Kota Cimahi. Dalam paparannya, Cimahi meminta adanya skema pendanaan yang didorong oleh Pemerintah Pusat melalui BEKRAF untuk membantu para pelaku industri kreatif yang ada di Indonesia khususnya di Kota Cimahi. Karena tidak seperti industri lain (makanan, minuman, kerajinan, dan lain sebagainya), industri kreatif seperti game, animasi, aplikasi dan lain-lain sangat sulit mengakses perbankan (non bankable).
Bersama dengan presenter lain, Cimahi Technopark mendorong adanya bantuan dari BEKRAF untuk dapat mengakses akses permodalan lain yang ada, seperti :
  1. Grant / Scholarship
  2. Angel Investmen
  3. Seed Funding
  4. Guarantee Fund
  5. Convertible Loan
  6. Equity / VC
  7. Commercial Loan
Bahkan untuk mendukung perkembangan industri kreatif di Indonesia, perlu adanya bantuan langsung dari Pemerintah baik berupa modal hibah atau discount pajak agar perkembangan industri kreatif di Indonesia dapat berjalan dengan baik.
Pada kesempatan kegiatan ini, BEKRAF terbuka untuk semua masukan dari berbagai stakeholder bidang kreatif, dan akan meramunya dalam Kajian, skema permodalan yang tepat dengan kebutuhan.
Berikut adalah Profil dari Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF)
Pembentukan BEKRAF  memiliki dasar hukum sebagai ‘aturan main’, yaitu Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif (Perpres BEK).
Hal pertama yang perlu diketahui mengenai BEK adalah badan ini dipimpin oleh seorang Kepala Badan, yang kini dijabat oleh Bapak Triawan Munaf, dan akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dalam kesehariannya, BEK memiliki tugas dan fungsi tertentu, dan Perpres BEK memiliki pengaturan khusus mengenai itu. Tugas dari BEK diatur dalam Pasal 2, yaitu “…membantu Presiden dalam merumuskan, mengoordinasikan, dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi kreatif,” dan untuk menjalankan tugas tersebut, Pasal 3 menjabarkan fungsi BEK sebagai berikut:
  1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi kreatif;
  2. perancangan dan pelaksanaan program di bidang ekonomi kreatif;
  3. pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dan program di bidang ekonomi kreatif;
  4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan kebijakan dan program di bidang ekonomi kreatif;
  5. pelaksanaan pembinaan dan pemberian dukungan kepada semua pemangku kepentingan di bidang ekonomi kreatif;
  6. pelaksanaan komunikasi dan koordinasi dengan Lembaga Negara, Kementerian, Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Pemerintah Daerah, dan pihak lain yang terkait; dan
  7. pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan Presiden yang terkait dengan ekonomi kreatif.
BEK akan mendapatkan pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menjalankan tugas dan fungsinya (Pasal 46). Dengan adanya tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh BEK, tentu BEK harus memiliki seperangkat organ untuk merealisasikannya. Perpres BEK memfasilitasi BEK dengan memberikan suatu pengaturan mengenai struktur organisasi yang akan menjalankan tugas dan fungsi tersebut melalui Bab II tentang Organisasi. BEK terdiri dari Kepala, Wakil Kepala, Sekretariat Utama, dan 6 Deputi yang membawahi bidang-bidang tertentu, yakni:
  1. Riset, Edukasi, dan Pengembangan;
  2. Akses Permodalan;
  3. Infrastruktur;
  4. Pemasaran;
  5. Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi; dan
  6. Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah.
Dari 6 deputi tersebut, terlihat beberapa aspek yang menunjukkan bahwa bidang ekonomi kreatif merupakan suatu bidang yang potensial untuk pertumbuhan ekonomi negara ini, salah satunya adalah bidang Akses Permodalan. Dengan adanya deputi khusus yang mengatur bidang permodalan, diharapkan kegiatan investasi di bidang ekonomi kreatif akan meningkat melalui adanya fasilitasi yang akan merangsang ketertarikan investor terhadap bidang ekonomi kreatif di Indonesia, baik dari dalam maupun luar negeri. Meskipun begitu, Perpres BEK ini belum menjawab soal bentuk kreatif apa saja yang berada di bawah BEK. Definisi ekonomi kreatif itu sendiri apa? Belum lagi mengenai beberapa bidang kreatif yang selama ini berada di bawah kementerian-kementerian lain, misalnya film. Seberapa jauhkah BEK akan ‘ikut campur’ terkait bidang-bidang kreatif tersebut?

Selain itu, eratnya bidang ekonomi kreatif dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) juga menunjukkan pentingnya keberadaan seperangkat organ khusus yang dipimpin oleh seorang Deputi di dalam lembaga ini. Selama ini, Hak Kekayaan Intelektual berada di bawah kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Perlu diketahui bahwa dengan adanya Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi di bawah BEK bukan berarti badan ini akan mengambil alih kewenangan Kemenkumham atas HKI, namun BEK akan memfasilitasi para pelaku ekonomi kreatif untuk mendapatkan perlindungan berupa HKI atas karya mereka. Jadi, kewenangan BEK terkait HKI ini secara spesifik hanya berkisar dalam koridor bidang ekonomi kreatif. Tapi dalam bentuk apa? Suatu rekomendasikah? Dan apakah keberadaannya akan memperpanjang proses administrasi dan birokrasi, atau memang mempercepat?

Dapat terlihat juga bahwa kinerja BEK bersinggungan dengan kewenangan dari beberapa lembaga lain, seperti Kemenkumham, sebagaimana telah dibahas di atas, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya BEK harus bekerja berdampingan dengan lembaga-lembaga yang secara khusus sudah memiliki kewenangan atas bidang-bidang yang juga difasilitasi oleh BEK. Dengan demikian, perlu adanya kerjasama yang baik antara BEK dan lembaga-lembaga terkait tersebut demi menghindari dualisme kewenangan.

BEK ditargetkan akan bekerja secara efektif pada bulan Maret 2015, namun hingga artikel ini ditulis, kami belum menemukan perkembangan lebih lanjut mengenai pembentukan dari BEK itu sendiri. Mungkin kita harus lebih bersabar untuk melihat bagaimana BEK akan menjalankan tugas dan fungsinya di kemudian hari. Tapi terlepas dari itu semua, jangan sampai hal tersebut menurunkan semangat kita untuk senantiasa mengawal lembaga ini dalam rangka memajukan bidang ekonomi kreatif di Indonesia.

 Kepala UPTD Cimahi Technopark
 Direktur Pusat Inkubasi IKOPIN
Perakilan UKM Center FEB UI

 Diskusi Permodalan Ekonomi Kreatif di Cimahi
 Unsur Persatuan Film Keliling
 Perwakilan Cimahi Creative Association
Founder Komunitas Entrepreneur Bandung

No comments:

Post a Comment